Sunat atau khitan atau sirkumsisi, umum dilakukan sebagai ritual keagamaan dan tanda kedewasaan seseorang, bahkan sebagai hukuman pada masa perang. Dari beberapa literatur yang ada, beberapa berpendapat kalau sunat lahir dari kebudayaan Mesir kuno.
Selama ribuah tahun, menurut Ancient Origins, sunat paling sering digunakan sebagai ritual keagamaan, ritual kedewasaan, dan sebagai hukuman pada masa perang.
D. Doyle dalam “Ritual Male Circumcicion: a Brief History” terbit dalam The Journal of the Royal College of Physicians of Edinburgh menjelaskan. Sunat telah dipraktikkan di beberapa negara bagian Afrika seperti Mesir, kepulauan di Laut Selatan, Australia oleh suku Aborigin, dan oleh suku Inca, Aztec, Maya, juga orang-orang Yudaisme, dan Islam.
Sunat Dilakukan Sejak 2.400 SM
Di Mesir Kuno, praktik ini dilakukan pada remaja pria yang akan diinisiasi menjadi pria dewasa dari kelas bangsawan. “Sunat Mesir mungkin juga telah digunakan untuk membatasi kelas elite khusus,” tulis laman Ancient Origin.
Pada abad kelima, Herodotus mengemukakan pendapatnya lewat sebuah karya The History of Herodotus. “Mereka (orang Mesir, Reddish) mempraktikkan khitan demi kebersihan, menganggap lebih baik bersih daripada cantik,” tulis laman livescience.
Adapun di Israel kuno, sunat memiliki fungsi dan proses yang agak berbeda. Khitan merupakan penanda etnis yang menunjukkan bahwa mereka adalah bagian dari bangsa Israel.
Sebagaimana orang Yahudi contemporary, sunat biasanya dilakukan pada bayi, delapan hari setelah kelahiran. Kendati praktik itu bisa juga dilakukan pada orang dewasa, jika diperlukan. Mereka biasanya orang yang tadinya non-Israel tapi kemudian memutuskan ingin masuk ke komunitas Yahudi.
“Salah satu cara yang membedakan agama Kristen dari Yudaisme adalah orang Kristen non-Yahudi tidak perlu disunat,” jelas Ancient Origin.
Sunat di Budaya Afrika
Menurut dr. Mahdian Nur Nasution, pendiri klinik sunat terbesar di Indonesia, Mesir bukan satu-satunya budaya Afrika yang mempraktikkan khitan. Khitan umum di kalangan masyarakat Afrika timur. Sebagaimana di Mesir Kuno, biasanya sunat terkait ritus peralihan ke dewasa. Laki-laki muda dari etnis Xhosa dan Zulu secara tradisional memiliki ritual sunat yang rumit, di mana tubuh mereka akan dicat dengan kapur sebelum disunat. Mereka akan diisolasi dari komunitas selama beberapa minggu. Mereka tak boleh berdekatan dengan perempuan.
Setelah disunat, mereka akan meninggalkan kulit khitan yang terpotong di hutan sebagai simbol meninggalkan kehidupan masa kecil untuk menjadi laki-laki, dan kemudian mencuci kapur di sungai.
“Khitan masih dilakukan secara teratur oleh pengusung kebudayaan ini, tetapi biasanya di rumah sakit bukan dengan cara tradisional,” tulis Ancient Origin.
Khitan di Kawasan Oseania
Khitan secara historis tidak hanya di Afrika dan Timur Tengah. Praktik semacam ini juga dilakukan di Oceania dan Australia oleh suku Aborigin. Mereka menggunakan kerang laut sebagai alat pemotongnya. Orang yang disunat ditahan tubuhnya agar menghadap ke atas. Dia berbaring di punggung seorang pria yang berlutut. Lengan dan kakinya dipegangi pria lain.
Baca juga : Sunat Klamp Hindari Risiko Luka Bakar dan Penis Terpotong
Untuk menghentikan pendarahan, menurut Doyle, mereka berjongkok atau berdiri di atas asap dari api yang ditutupi dengan daun kayu putih selama beberapa jam. “Ada yang mengatakan, darah yang menetes ke dalam api adalah simbol simpati kepada perempuan yang mengalami menstruasi,” jelasnya. Di Oceania dan Australia, khitan adalah ritual peralihan ke dewasa sekaligus ujian keberanian.
Khitan pada Masa Peperangan
Bukan hanya sebagai ritual menuju dewasa dan alasan keagamaan, khitan juga digunakan untuk menghukum tentara musuh. Beberapa kasus terjadi di Timur Tengah, Afrika timur, dan Asia Selatan.
W.D. Dunsmuir dan E.M. Gordon dari Department of Urology St. George’s Hospital NHS Trust dalam”The Annals of Circumcision” yang terbit di Journal BJU International menyebut sunat juga dipercaya sebagai tanda kekotoran atau perbudakan. Di Mesir Kuno misalnya, prajurit yang ditangkap sering dimutilasi sebelum dijadikan budak.
Dulu Siapa Tukang Sunatnya?
Apakah selalu dokter yang melakukan khitan di zaman kuno? Mungkin tidak. Dunsmuir dan Gordon mengatakan, pada zaman Alkitab sunat dilakukan para ibu ketika bayi baru lahir. Namun, perlahan-lahan tukang khitan (mohel) mengambil alih. Mereka adalah pria yang memiliki keterampilan bedah dan pengetahuan agama yang mumpuni. ”
“Setelah berdoa, mohel menyunat bayi itu dan kemudian memberkati anak itu, suatu praktik yang sedikit berubah hari ini,” tulisnya.
Sementara dalam masyarakat Mesir Kuno, sunat dilakukan oleh pendeta dengan kuku jempolnya yang sering dilapisi emas. Pun sepanjang abad pertengahan, khitan dilakukan oleh petugas laki-laki yang religius. “Ada kemungkinan bahwa dokter tidak melakukan khitan sampai paruh kedua abad ke-19,” lanjut dr. Mahdian.
Bagaimanapun, khitan dulunya merupakan kebiasaan yang langka. Sebagian besar budaya di luar Afrika, Timur Tengah, dan Oseania, semula tidak mempraktikkannya. Namun, praktik di budaya mereka nyatanya berpengaruh signifikan pada peradaban terutama karena salah satu pilar peradaban barat, Israel Kuno, melakukannya.
Sunat masih berlanjut hingga kini. Menurut Ancient Origin, sepertiga dari pria di seluruh dunia disunat, trutama di kalangan Muslim dan Yahudi, karena alasan agama. Di luar itu, khitan tersebar luas di Amerika Serikat dengan alasan kesehatan.
Klinik Khitan terbanyak Di Indonesia
Masyarakat Indonesia, melakukan tindakan sunat untuk beberapa alasan termasuk agama, dan kesehatan. Islam dan Yahudi melakukan khitan pada usia balita, beberapa juga dilakukan di masa anak-anak. dari sisi kesehatan sunat dilakukan ketika ada kompikasi seperti masalah fimosis, parafimosis pada balita. “Ada setidaknya 1 juta anak di Indonesia melakukan tindakan sirkumsisi setiap tahunnya,” ujar Dr. Mahdian. Rumah Sunat dr Mahdian sendiri, telah melakukan tindakan sirkumsisi pada sekitar 150.000 anak di Indonesia. Ini dilakukan sejak tahun 2006 lalu.
Teknologi yang digunakan juga menggunakan teknologi modern, yang aman bagi anak dan dewasa. “Kami menggunakan klem dan stapler,” jelas dr. Mahdian. Harapannya dalam setahun Rumah Sunat dr Mahdian bisa menghitan sekitar 40.000 anak Indonesia. Selain lingkungan klinik sunat yang ramah anak, Rumah Sunat dr Mahdian juga menghadirkan teknologi khitan ramah anak, yakni dengan hadirnya teknologi sunat tanpa suntik, dan sunat sambil bermain game.